TNI AD Beber Motif Penyiksaan Prada Lucky hingga Tewas

Kasus tewasnya Prada Lucky, seorang pttogel prajurit TNI AD, masih menjadi sorotan publik setelah pihak Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat akhirnya membeberkan motif di balik penyiksaan yang dialaminya. Peristiwa tragis ini mengguncang institusi militer dan memicu gelombang pertanyaan dari masyarakat terkait budaya disiplin, kekerasan, dan penegakan hukum di lingkungan kesatuan.

Kronologi Singkat Peristiwa

Prada Lucky dilaporkan menjadi korban pengeroyokan yang dilakukan oleh sejumlah rekan seangkatannya dan senior di satuan tempatnya bertugas. Insiden tersebut terjadi di lingkungan markas, di mana ia diduga mengalami kekerasan fisik berulang kali hingga akhirnya meninggal dunia akibat luka-luka yang diderita. Dari hasil penyelidikan awal, terungkap bahwa tindakan kekerasan tidak hanya berlangsung sekali, melainkan dalam beberapa rangkaian waktu.

Sumber internal menyebutkan, sebelum kejadian fatal itu, Prada Lucky sempat mengeluhkan sakit di bagian tubuhnya dan menunjukkan tanda-tanda cedera serius. Namun, kondisi tersebut terlambat ditangani secara medis karena adanya upaya menutupi peristiwa yang sebenarnya terjadi.

baca juga: mario-balotelli-didekati-klub-serie-d-italia-langkah-mengejutkan-sang-super-mario

Motif di Balik Penyiksaan

Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Kristomei Sianturi mengungkapkan bahwa motif utama di balik penyiksaan ini terkait dengan pelanggaran disiplin internal. Menurut penjelasannya, Prada Lucky diduga melanggar aturan tertentu di kesatuan yang membuat sejumlah prajurit merasa perlu “memberikan pelajaran”. Sayangnya, proses “pendisiplinan” tersebut berubah menjadi aksi kekerasan yang melampaui batas dan berujung fatal.

Dari keterangan sementara, pemicu awalnya berasal dari dugaan kelalaian tugas. Beberapa pelaku merasa korban tidak menunjukkan sikap tanggung jawab sesuai standar yang berlaku, sehingga memilih untuk menghukum dengan cara kekerasan fisik. Dalam struktur militer, tindakan ini jelas melanggar hukum karena bentuk pembinaan prajurit harus mengacu pada prosedur resmi, bukan kekerasan fisik yang membahayakan nyawa.

Jumlah dan Status Pelaku

Penyelidikan TNI AD telah menetapkan 20 prajurit sebagai terduga pelaku yang terlibat dalam penyiksaan. Mereka terdiri dari berbagai tingkat kepangkatan, mulai dari prajurit setingkat Prada hingga yang lebih senior. Seluruhnya kini telah ditahan dan menjalani proses hukum di peradilan militer.

Pihak TNI AD menegaskan bahwa proses hukum akan dilakukan secara transparan, dan setiap prajurit yang terbukti bersalah akan menerima hukuman sesuai dengan tingkat keterlibatan. Penegasan ini bertujuan untuk meredam isu negatif bahwa militer cenderung melindungi anggotanya dalam kasus pelanggaran berat.

Reaksi Publik dan Keluarga

Keluarga Prada Lucky menyampaikan rasa duka mendalam sekaligus kekecewaan terhadap cara institusi menangani kejadian ini. Mereka menuntut keadilan penuh dan meminta agar semua pelaku dihukum setimpal. Dukungan publik pun mengalir, termasuk dari aktivis HAM yang menyoroti praktik kekerasan di lingkungan militer yang dinilai sudah seharusnya dihapuskan.

Beberapa pihak juga menilai bahwa kejadian ini harus menjadi momentum reformasi pola pembinaan prajurit, terutama di kalangan Tamtama dan Bintara, agar tidak lagi ada kasus serupa di masa depan.

Langkah TNI AD ke Depan

TNI AD menyatakan akan memperketat pengawasan internal dan meningkatkan pendidikan tentang pembinaan tanpa kekerasan. Selain itu, komando atas berjanji akan memperbaiki sistem pelaporan, sehingga setiap indikasi kekerasan atau pelanggaran dapat segera ditangani sebelum berujung fatal.

Brigjen Kristomei juga menekankan bahwa kejadian ini menjadi pelajaran pahit bagi seluruh prajurit. Ia menegaskan, “Tidak ada toleransi bagi tindakan kekerasan di luar prosedur. Pembinaan prajurit harus dilakukan secara mendidik, bukan menghukum secara brutal.”

Penutup

Kasus penyiksaan hingga tewasnya Prada Lucky menjadi peringatan keras bahwa kekerasan internal bukan hanya mencoreng nama baik TNI AD, tetapi juga menodai nilai-nilai disiplin dan kehormatan militer. Dengan proses hukum yang transparan dan perbaikan sistem pembinaan, diharapkan tragedi serupa tidak akan terulang di masa depan.

sumber artikel: olx99.id