VISI dan AKSI Bertemu di Baleg DPR Hari Ini, Bahas Royalti Musik

Suasana pertemuan Vibrasi Suara Indonesia (VISI) dengan Fraksi PDIP di gedung DPR RI, Senayan, Jakpus pada Senin (10/11). Foto: Abid Raihan/kumparan

Dua asosiasi besar dalam industri musik Indonesia, Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) dan Vibrasi Suara Indonesia (VISI), menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, pada Selasa (11/11), di Gedung Parlemen Senayan.

Dalam pertemuan ini, mereka siap membahas polemik royalti yang tak kunjung usai dan memberikan masukan bagi revisi Undang-Undang Hak Cipta.
RDPU kali ini dihadiri oleh perwakilan dari kedua belah pihak. Dari kubu AKSI, hadir antara lain Piyu Padi Reborn dan Ari Bias. Sementara, VISI diwakili oleh musisi kenamaan seperti Ariel NOAH dan Fadly Padi Reborn.

Rapat dengar pendapat (RDP) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama VISI, AKSI, dan ASIRI terkait RUU Hak Cipta di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (11/11). Foto: Abid Raihan/kumparan

Piyu, Ketua Umum AKSI, menyebut pertemuan ini saat yang sangat penting bagi perjuangan para pencipta lagu.
“Ini saatnya kami memberikan pendapat, usulan, pemaparan kepada DPR bagaimana seharusnya Undang-Undang Hak Cipta itu melindungi pencipta lagu,” ujar Piyu kepada wartawan di Kompleks Parlemen.
Harapan utama AKSI adalah adanya kepastian hukum yang jelas untuk melindungi para komposer. Ia menilai implementasi UU Hak Cipta yang ada saat ini banyak yang salah sasaran, sehingga merugikan para pencipta lagu.

Senada dengan Piyu, Ari Bias menambahkan bahwa pertemuan ini adalah kali pertama mereka membahas substansi revisi UU Hak Cipta.
“Nanti kami akan menyampaikan apa yang kami mau rekomendasikan dan usulkan yang terbaik bagi ekosistem musik nasional ke depannya supaya tidak ada lagi kesemrawutan seperti kemarin itu,” ujar Ari.

 

Pendapat VISI

Di sisi lain, Ariel mewakili VISI, berharap pertemuan ini dapat menghilangkan kesalahpahaman tentang royalti musik dan mempercepat lahirnya solusi.

“Kalau harapan kami karena sudah dikumpulkan bersama-sama, jadi enggak ada miss, satu informasi semuanya. Dan paling penting mudah-mudahan didengarkan dengan saksama gitu. Jadi, cepat dapat solusinya,” ungkap Ariel.
Ariel menegaskan posisi VISI yang akan patuh pada keputusan pemerintah sebagai penengah.
“Kami dari awal itu bilang, sebenarnya kami hanya minta pemerintah hadir untuk kasih tahu mana yang betul gitu. Jadi, apa pun nanti keputusan dari pemerintah, pasti kami ikuti,” tutup Ariel.

Tentang Polemik Hak Cipta dan Royalti Musik di Indonesia

Pertemuan di DPR hari ini merupakan puncak dari polemik panjang mengenai tata kelola royalti musik di Indonesia.
Polarisasi antara musisi mengerucut pada dua organisasi: AKSI yang didirikan pada Juli 2023 untuk memperjuangkan hak para komposer, dan VISI yang terbentuk pada Februari 2025 sebagai wadah bagi para penyanyi dan pelaku pertunjukan.
Akar permasalahan terletak pada perbedaan pandangan mengenai sistem pemungutan dan distribusi royalti, khususnya untuk hak pertunjukan (performing rights).

AKSI, gencar menyuarakan sistem lisensi langsung (direct license). Skema ini memungkinkan komposer untuk menarik royalti langsung dari pengguna karya mereka, tanpa melalui perantara.
Sementara VISI cenderung mendukung sistem satu pintu melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Mereka berpendapat bahwa sistem terpusat ini memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi para pengguna musik.

VISI juga telah mengajukan uji materiil terhadap UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 ke Mahkamah Konstitusi guna memperjelas sederet Pasal yang dianggap multitafsir.

 

Sumber : olx99.id